Sakit perut yang muncul secara tiba-tiba dan hilang begitu saja merupakan keluhan yang sering dijumpai di klinik, namun sering kali menjadi tantangan tersendiri dalam proses diagnosis.
Tidak seperti nyeri perut yang terus-menerus atau mendadak, rasa sakit yang datang dan pergi memerlukan pemahaman yang lebih mendalam karena berkaitan dengan berbagai faktor seperti sistem saraf usus, keseimbangan mikroba, hormon, dan pola gerakan saluran pencernaan.
Peran Sistem Saraf Usus dan Sensitivitas Visceral
Salah satu penyebab utama mengapa sakit perut bisa muncul secara berkala adalah karena sistem saraf usus atau enteric nervous system (ENS) yang sangat dinamis. ENS dikenal sebagai "otak kedua" yang mengatur fungsi pencernaan tanpa harus dikendalikan langsung oleh otak pusat. Sensitivitas visceral, yaitu kepekaan terhadap rangsangan di dalam saluran cerna, dapat meningkat sewaktu-waktu akibat perubahan kecil dalam tubuh, seperti makanan tertentu, stres, atau fluktuasi hormon. Rangsangan ini bisa memicu nyeri sesaat yang kemudian mereda, sehingga sulit diprediksi.
Gerakan Saluran Pencernaan yang Tidak Stabil
Pergerakan saluran cerna secara alami berlangsung ritmis, dikendalikan oleh sel pacu jantung usus yang disebut interstitial cells of Cajal. Jika koordinasi gerakannya terganggu karena dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atau gangguan saraf dan otot, maka gejala seperti nyeri perut yang muncul dan menghilang bisa terjadi. Beberapa kondisi seperti dispepsia fungsional, gastroparesis, atau kejang otot lambung sementara (pylorospasme) sering disalahartikan sebagai intoleransi makanan atau stres. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa gangguan motilitas ini menjadi penyebab utama pada sekitar 38% kasus dispepsia non-luka yang berulang.
Peradangan Sementara dan Aktivasi Imun Ringan
Nyeri perut yang bersifat episodik juga bisa disebabkan oleh peradangan ringan atau lokal yang muncul dan menghilang secara alami. Senyawa sitokin inflamasi seperti TNF-alpha dan interleukin-6 dapat meningkat akibat reaksi terhadap makanan, ketidakseimbangan mikroba usus, atau infeksi virus ringan. Meski infeksinya sudah sembuh, sistem kekebalan tubuh bisa tetap aktif dalam level rendah dan menyebabkan gejala nyeri berulang. Kondisi ini dikenal sebagai gangguan gastrointestinal fungsional pasca-infeksi (post-infectious FGID).
Fluktuasi Mikrobiota Usus dan Nyeri yang Tak Terduga
Penelitian terkini menunjukkan bahwa perubahan komposisi mikrobiota usus juga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut yang timbul dan hilang. Pada usus yang mengalami disbiosis, ketidakseimbangan bakteri baik dan jahat, produksi gas, perubahan pH, dan senyawa mikroba bisa berubah dari hari ke hari. Hal ini menyebabkan nyeri perut yang tidak konsisten. Sebuah uji klinis menemukan bahwa fluktuasi bakteri seperti Prevotella dan Bacteroides berhubungan langsung dengan intensitas dan waktu timbulnya rasa sakit pada penderita gangguan saluran cerna fungsional. Terapi dengan prebiotik dan transplantasi mikrobiota kini mulai dikembangkan untuk menstabilkan kondisi ini.
Peran Stres dan Sistem Saraf dalam Memicu Nyeri
Stres emosional tidak hanya memperburuk persepsi terhadap rasa sakit, namun bisa secara biologis memicunya. Hormon seperti kortisol dan katekolamin bisa mengubah permeabilitas usus, respons imun, dan nada otot pencernaan dalam waktu singkat. Perubahan ini bersifat sementara, sehingga rasa sakit pun menjadi tidak konsisten. Seorang ahli neurogastroenterologi, Dr. Elias Marinos, menjelaskan bahwa pasien kerap mengeluhkan nyeri perut yang muncul setelah mengalami tekanan emosional, meskipun fungsi pencernaannya tampak normal.
Obat-obatan dan Makanan Tertentu Sebagai Pemicu Sesekali
Beberapa obat seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), suplemen zat besi, atau antibiotik dapat mengiritasi mukosa lambung atau mengganggu keseimbangan mikroba usus secara sementara. Hal ini memicu nyeri perut yang tidak selalu terjadi setiap hari. Selain itu, makanan tinggi FODMAP, kafein, dan pemanis buatan bisa memicu gejala hanya pada kondisi tertentu, tergantung sensitivitas individu dan metabolisme tubuh saat itu.
Kapan Harus Waspada? Ini Tanda Bahayanya
Tidak semua nyeri perut yang muncul dan menghilang bersifat ringan. Gejala seperti penurunan berat badan tanpa sebab, nyeri yang membangunkan tidur di malam hari, mual berkepanjangan, atau riwayat keluarga dengan penyakit serius harus segera dievaluasi oleh tenaga medis. Meskipun banyak kasus tergolong fungsional, pemeriksaan lebih lanjut seperti endoskopi, tes tinja, atau pencitraan bisa dibutuhkan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit serius.
Nyeri perut yang datang dan pergi bukanlah hal yang sepenuhnya acak. Gejala ini mencerminkan interaksi kompleks antara ritme usus, perubahan mikrobioma, sistem kekebalan tubuh, dan kondisi psikologis. Pendekatan medis yang sistematis dan berbasis bukti sangat penting agar pasien tidak salah didiagnosis dan terhindar dari pemeriksaan yang tidak perlu. Dengan memahami sifat episodik dari nyeri ini, pengobatan dapat lebih tepat sasaran dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu.