Menopause bukan sekadar berhentinya menstruasi. Ini adalah perubahan biologis besar yang mencerminkan penuaan ovarium secara permanen. Di balik gejala yang sering dianggap “alami”, menopause merupakan proses reorganisasi neuroendokrin yang memengaruhi berbagai sistem tubuh secara menyeluruh, dari jantung hingga otak.
Menurut peneliti menopause ternama, Dr. Nanette Santoro, “Menopause bukan hanya transisi reproduktif, ini adalah proses menyeluruh tubuh yang berdampak pada kesehatan jantung, metabolisme, dan fungsi otak.”
Vasomotor: Lebih dari Sekadar Rasa Panas dan Berkeringat
Gejala vasomotor seperti hot flashes (rasa panas mendadak) dan keringat malam sering kali menjadi tanda awal menopause. Gejala ini timbul akibat terganggunya pengaturan suhu tubuh di otak, terutama di hipotalamus, karena penurunan hormon estradiol. Studi fMRI terbaru pada tahun 2024 menunjukkan bahwa sensitivitas hipotalamus meningkat secara signifikan setelah menopause, memperkuat bukti bahwa gejala ini berasal dari sistem saraf pusat.
Menariknya, gejala vasomotor juga berkaitan dengan meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatis, yang dapat menandakan risiko jangka panjang terhadap kesehatan jantung. Terobosan terapi terbaru seperti fezolinetant, antagonis reseptor neurokinin-3, berhasil mengurangi gejala ini tanpa terapi hormonal, menandai babak baru dalam penanganan menopause.
Perubahan Kardiometabolik: Risiko Diam-diam yang Meningkat
Hormon estrogen selama ini memiliki peran melindungi dinding pembuluh darah dan menjaga metabolisme lemak. Ketika hormon ini menurun, terjadi peningkatan kekakuan pembuluh darah, kadar kolesterol LDL meningkat, HDL menurun, serta resistensi insulin bertambah. Tak hanya itu, distribusi lemak tubuh juga berubah menjadi lebih terkonsentrasi di bagian perut (lemak viseral), yang berisiko tinggi terhadap diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
Sebuah studi kohort tahun 2023 mencatat peningkatan sebesar 21% dalam kejadian penyakit arteri koroner dalam lima tahun pertama setelah menopause, terlepas dari usia dan berat badan awal. Fakta ini menekankan pentingnya pemantauan metabolik secara proaktif selama dan setelah masa transisi menopause.
Otak dan Emosi: Ketika Hormon Mempengaruhi Pikiran
Keluhan kognitif seperti sulit fokus, ingatan jangka pendek menurun, dan perasaan “otak berkabut” sering muncul. Estrogen diketahui memengaruhi fungsi sinaps otak, terutama di hippocampus dan korteks prefrontal, yang berkaitan erat dengan memori dan pengambilan keputusan.
Penelitian neuroimaging terbaru menunjukkan adanya perubahan struktural dan fungsional di otak selama perimenopause, yang kemungkinan dapat pulih setelah masa transisi selesai. Walaupun tidak menjadi penyebab langsung, penurunan estrogen membuat seseorang lebih rentan terhadap gejala cemas dan depresi, terutama pada mereka yang memiliki riwayat gangguan suasana hati.
Otot, Sendi, dan Kulit: Estrogen dan Kolagen yang Terabaikan
Salah satu dampak menopause yang sering luput dari perhatian adalah penurunan produksi kolagen, protein penting untuk elastisitas kulit dan kekuatan jaringan ikat. Kekurangan estrogen menyebabkan kulit menjadi lebih kering, berkerut, dan nyeri sendi pun kerap dirasakan.
Meskipun tidak mengancam nyawa, gangguan ini sangat memengaruhi kualitas hidup dan mobilitas fungsional di usia lanjut. Suplemen kolagen memberikan hasil yang bervariasi, namun terapi hormon yang dimulai dalam "jendela terapi" (sebelum usia 60 atau dalam 10 tahun sejak menopause) telah terbukti membantu mempertahankan kualitas jaringan ikat.
Gangguan Tidur dan Fungsi Otonom: Siklus yang Melelahkan
Lebih dari 50% individu dalam masa transisi menopause mengalami gangguan tidur. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari gangguan pengaturan suhu tubuh, perubahan ritme sirkadian, hingga penurunan hormon melatonin.
Kurangnya tidur tidak hanya menurunkan energi, tapi juga memperburuk kondisi metabolik dan emosional, menciptakan lingkaran setan yang mempercepat penurunan kesehatan sistemik secara keseluruhan.
Pilihan Terapi: Antara Hormonal dan Non-Hormonal
Terapi hormon (HRT) masih menjadi pilihan paling efektif untuk meredakan gejala vasomotor dan gangguan urogenital. Namun, penggunaannya kini semakin disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu, terutama yang memiliki riwayat penyakit jantung atau risiko kanker.
Selain itu, tersedia juga terapi non-hormonal seperti SSRI, SNRI, gabapentinoid, dan suplemen herbal, meskipun efektivitas dan interaksinya dengan obat lain harus dikaji secara cermat.
Menopause bukan hanya akhir dari masa reproduktif, ini adalah transformasi neuroendokrin yang berdampak pada seluruh sistem tubuh. Dengan kemajuan teknologi diagnostik dan terapi yang lebih tertarget, pendekatan terhadap menopause kini bergeser dari sekadar mengobati gejala menjadi pencegahan proaktif dan perawatan yang dipersonalisasi.
simak video "mengenal apa itu Menopause"
video by "SB30Health"