Epidermolisis Bulosa (EB) merupakan kondisi genetik yang sangat langka, namun dampaknya luar biasa besar bagi kehidupan penderitanya. Diperkirakan terjadi pada 1 dari 20.000 kelahiran di seluruh dunia, EB membuat kulit begitu sensitif hingga bisa melepuh hanya karena gesekan ringan. Karena itu, kondisi ini dijuluki “penyakit kulit kupu-kupu”, menggambarkan betapa lembut dan rapuhnya kulit mereka, mirip dengan sayap kupu-kupu.
EB bukanlah satu penyakit tunggal, melainkan kumpulan dari berbagai gangguan genetik yang menyerang struktur kulit. Tingkat keparahannya bervariasi, tergantung dari jenis EB dan lapisan kulit yang terdampak. Penyebab utamanya adalah mutasi pada gen yang bertanggung jawab membentuk protein perekat antar lapisan kulit.
Mengungkap Genetika di Balik Kulit Rapuh
EB terbagi menjadi empat jenis utama, yaitu:
- EB Simpleks (EBS)
- Junctional EB (JEB)
- Dystrophic EB (DEB)
- Kindler Syndrome (tipe yang sangat jarang)
Setiap jenisnya memiliki perbedaan pada letak lepuhan di kulit serta gen yang rusak. Beberapa gen yang sering terlibat antara lain KRT5, KRT14, COL7A1, dan LAMA3.
Menurut Prof. Dedee Murrell, pakar dermatologi dari University of New South Wales, “Mutasi pada kolagen tipe VII khususnya pada DEB dapat menyebabkan kerusakan kulit yang parah sepanjang hidup, disertai risiko komplikasi serius di kemudian hari.”
Di Balik Luka yang Terlihat, Ada Derita yang Tak Terucap
Penderita EB mengalami luka yang tampak jelas di permukaan kulit, namun dampak tersembunyi jauh lebih dalam. Bayi dengan bentuk EB yang parah harus dibalut perban seperti korban luka bakar. Kondisi ini berdampak pada hampir semua aspek kehidupan: dari kesulitan bergerak, masalah gizi, gangguan pertumbuhan, hingga masalah pada mulut dan gigi. Banyak penderita juga mengalami anemia akibat kehilangan darah terus-menerus dan peradangan kronis.
Data terbaru dari EB Research Partnership (2024) menunjukkan bahwa lebih dari 80% penderita EB berat mengalami luka kronis yang sulit sembuh dan membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk pulih.
Terobosan Medis: Harapan dari Dalam Molekul
Kabar baik datang dari dunia medis. Pada tahun 2023, terapi gen pertama untuk DEB resmi disetujui: beremagene geperpavec (B-VEC). Obat ini berupa gel yang dioleskan langsung ke kulit, dan membawa salinan gen COL7A1 yang sehat. Dengan cara ini, tubuh mulai memproduksi protein yang dibutuhkan untuk memperkuat struktur kulit.
Dr. Jean Tang, peneliti terkemuka dari Stanford University, menyebut temuan ini sebagai "tonggak sejarah dalam dermatologi genetik dan titik terang bagi keluarga penderita DEB."
Lebih dari Sekadar Perban: Pendekatan Menyeluruh
Perawatan EB membutuhkan pendekatan dari berbagai sisi. Tidak hanya fokus pada luka di kulit, namun juga memperhatikan kondisi tubuh secara keseluruhan. Tim medis biasanya terdiri dari ahli gizi, dokter kulit, terapis fisik, dan spesialis pengendalian nyeri.
Penggunaan perban modern yang lembut, seperti bantalan berlapis silikon, sangat membantu mengurangi rasa sakit saat penggantian. Sementara itu, pengobatan tambahan seperti suplemen zat besi, pengaturan pola makan, dan terapi antiinflamasi mendukung proses pemulihan tubuh secara menyeluruh.
Menghadapi Stigma: Ketika Luka Mengundang Salah Paham
Tampilan luar seperti luka dan perban sering kali mengundang kesalahpahaman dari lingkungan sekitar, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Karena itu, organisasi global seperti DEBRA International aktif dalam meningkatkan kesadaran, memberikan dukungan emosional dan finansial, serta mendorong akses terhadap pengobatan yang layak.
Upaya juga terus dilakukan untuk memperluas jangkauan perawatan ke negara-negara berpenghasilan rendah, di mana kondisi ini sering berujung fatal karena keterbatasan layanan medis.
Menuju Masa Depan: Edit Gen dan Harapan Baru
Penelitian terapi gen dengan teknologi CRISPR sedang dikembangkan secara aktif. Ilmuwan kini tengah menjajaki strategi koreksi gen baik di luar (ex vivo) maupun di dalam tubuh (in vivo). Dr. Brett Kopelan, Direktur Eksekutif DEBRA Amerika, mengatakan, "Hari di mana cetak biru genetik EB bisa diubah bukan lagi fiksi ilmiah—ini adalah ilmu yang sedang berkembang."
Epidermolisis Bulosa bukan sekadar masalah kulit. Ini adalah tantangan genetik yang kompleks, yang membutuhkan gabungan antara inovasi medis, perawatan yang penuh kasih, dan dukungan masyarakat global. Meskipun belum ada obat yang sepenuhnya menyembuhkan, setiap langkah riset membawa harapan bagi masa depan yang lebih baik bagi mereka yang hidup dengan kulit sehalus kupu-kupu.
simak video "mengenal Epidermolisis Bulosa"
video by "Tribun Health"