Di tengah gempuran kampanye mobil listrik sebagai masa depan transportasi, fakta bahwa mobil bensin masih mendominasi pasar terasa cukup mengejutkan.


Meskipun teknologi ramah lingkungan, fitur berkendara otomatis, hingga investasi besar-besaran pada infrastruktur kendaraan listrik semakin berkembang, jutaan konsumen di berbagai belahan dunia tetap setia memilih mobil berbahan bakar bensin.


Apa sebenarnya yang membuat kendaraan konvensional ini masih begitu diminati? Mari kita telusuri lebih dalam alasan di balik fenomena ini.


Kenyamanan yang Sudah Terbiasa


Salah satu alasan utama mengapa mobil bensin masih menjadi pilihan banyak orang adalah faktor kebiasaan. Banyak pengemudi telah mengenal dan menggunakan mobil bermesin pembakaran sejak lama, sehingga timbul rasa nyaman dan keterikatan emosional. Suara deru mesin, sensasi saat menginjak pedal gas, hingga kebiasaan singgah di SPBU menjadi bagian dari rutinitas yang sulit tergantikan.


Selain itu, jangkauan perjalanan mobil bensin dinilai lebih dapat diandalkan. Satu tangki penuh dapat membawa kendaraan sejauh 400 hingga 600 mil, dan proses pengisian bahan bakar hanya memakan waktu beberapa menit. Bandingkan dengan mobil listrik yang walaupun teknologinya terus berkembang, masih membutuhkan waktu lebih lama untuk mengisi daya, bahkan dengan fast charging sekalipun. Terlebih lagi, ketersediaan stasiun pengisian listrik yang belum merata, khususnya di daerah terpencil, menjadi tantangan tersendiri.


Infrastruktur Pengisian Daya yang Belum Merata


Walaupun pembangunan infrastruktur stasiun pengisian kendaraan listrik terus dilakukan, sebagian besar masyarakat masih melihat ketersediaannya sebagai masalah utama. Berdasarkan survei J.D. Power tahun 2023, kekhawatiran akan kehabisan daya atau "range anxiety" masih menjadi penghalang besar dalam adopsi mobil listrik. Hal ini terutama dirasakan oleh pengemudi berusia lebih tua dan mereka yang tinggal di wilayah dengan akses terbatas terhadap charger publik.


Bagi penghuni apartemen atau rumah tanpa garasi pribadi, mengisi daya di rumah bukanlah opsi yang mudah. Kondisi ini menjadikan mobil bensin lebih praktis karena dapat diisi bahan bakar di hampir semua tempat kapan saja.


Harga Awal Masih Jadi Pertimbangan


Meskipun biaya perawatan dan operasional mobil listrik relatif lebih murah dalam jangka panjang, harga awalnya masih menjadi penghambat utama. Rata-rata harga mobil listrik baru di Amerika Serikat pada tahun 2024 masih berada di atas $50.000. Sementara itu, banyak mobil bensin seperti sedan dan crossover berkualitas bisa didapatkan dengan harga yang jauh lebih terjangkau.


Bagi keluarga dengan anggaran terbatas atau pembeli pertama, harga menjadi faktor penentu utama. Menunggu manfaat jangka panjang dari mobil listrik bukan pilihan yang realistis bagi semua orang.


Perawatan dan Ketersediaan Teknisi


Mobil bensin memiliki keuntungan dari segi infrastruktur servis yang sudah mapan. Bengkel umum dengan teknisi berpengalaman dan suku cadang tersedia di mana-mana. Ini memberikan rasa aman bagi pemilik kendaraan jika terjadi kerusakan atau perawatan rutin.


Sebaliknya, teknologi mobil listrik masih tergolong baru dan belum semua bengkel mampu menangani perbaikannya. Kekhawatiran akan biaya penggantian baterai dan ketahanan komponen dalam jangka panjang masih menjadi alasan sebagian orang enggan beralih.


Sensasi Berkendara yang Berbeda


Meski mobil listrik menawarkan akselerasi mulus dan suara yang senyap, tidak semua orang menikmati pengalaman tersebut. Bagi sebagian pengemudi, suara mesin dan pergantian gigi memberikan kesan menyatu dengan kendaraan dan jalan. Pecinta mobil sport, misalnya, kerap menyebut adanya "jiwa" dalam mobil bensin yang sulit ditandingi oleh kendaraan listrik.


Selain itu, untuk urusan daya tahan dan performa di jalan raya atau saat menarik beban berat, banyak pengemudi truk dan SUV masih mempercayakan pilihannya pada mesin bensin. Meskipun mobil listrik kini mulai mengejar dari segi tenaga, persepsi akan ketangguhan mesin konvensional masih kuat.


Loyalitas Merek dan Warisan Sejarah


Banyak konsumen memiliki loyalitas tinggi terhadap merek-merek mobil yang telah lama dikenal tangguh dalam memproduksi mobil bensin. Nama-nama seperti Toyota, Ford, atau Jeep telah lama identik dengan kualitas dan daya tahan kendaraan berbahan bakar fosil. Walaupun mereka kini mulai menghadirkan lini kendaraan listrik, identitas utama mereka masih sangat melekat pada teknologi mesin bensin.


Tak hanya itu, budaya otomotif klasik juga masih hidup. Komunitas, pameran mobil antik, dan hobi restorasi masih berfokus pada kendaraan bermesin konvensional. Ikatan emosional ini membuat banyak orang tetap memilih mobil bensin, meski dunia perlahan bergerak ke arah elektrifikasi.


Kebijakan Pemerintah yang Belum Seragam


Meskipun ada insentif dari berbagai negara untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik, kebijakan tersebut belum merata dan tidak selalu konsisten. Beberapa wilayah menawarkan potongan pajak atau subsidi, namun wilayah lain masih minim dukungan. Di tempat-tempat dengan biaya listrik yang tinggi atau insentif yang lemah, mobil listrik tampak kurang menarik secara ekonomi.


Di banyak negara berkembang, infrastruktur dan dukungan kebijakan terhadap mobil listrik masih dalam tahap awal. Hal ini membuat mobil bensin tetap menjadi pilihan yang lebih realistis dan terjangkau untuk masyarakat luas.


Kesimpulan: Jalan Menuju Masa Depan Masih Terbagi


Tak bisa disangkal, mobil listrik adalah bagian dari masa depan otomotif global. Namun, kehadiran mobil bensin tetap kuat karena berbagai alasan yang menyentuh aspek emosional, praktis, hingga finansial. Dari kenyamanan yang sudah familiar, biaya yang lebih terjangkau, hingga infrastruktur yang lebih siap, kendaraan berbahan bakar bensin masih memberikan nilai yang dianggap relevan bagi banyak pengemudi.


Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda tergoda dengan teknologi masa depan mobil listrik, atau masih menemukan kenyamanan dalam pengalaman berkendara konvensional? Di tengah perubahan besar dalam dunia otomotif, memahami kedua sisi pilihan ini akan membantu kita membuat keputusan yang tepat sesuai kebutuhan dan gaya hidup.