Pernahkah Anda mencoba berkonsentrasi saat sirene meraung di jalan, tetangga sedang mengetuk tembok, atau suara kendaraan berisik melewati jendela rumah? Bukan hanya membuat Anda terganggu atau kesal, ternyata kebisingan bisa memberi dampak serius pada otak.
Selama ini kita jarang menganggap suara bising sebagai sesuatu yang berbahaya. Ia bukan virus, bukan sesuatu yang terlihat. Namun, polusi suara, mulai dari klakson kendaraan, suara mesin, musik keras, hingga dengung alat rumah tangga, sesungguhnya adalah pemicu stres diam-diam yang mampu mengubah sistem saraf kita secara nyata.
Saat suara masuk ke telinga, ia tidak hanya diterjemahkan sebagai "bising". Gelombang suara itu langsung diteruskan ke batang otak, pusat kendali primitif yang mengatur stres, tidur, dan kewaspadaan. Meskipun Anda tidak selalu sadar, otak terus-menerus mendengarkan.
Penelitian dari University of Pennsylvania menemukan bahwa paparan kebisingan rendah tetapi konstan dapat mengaktifkan amigdala, bagian otak yang berhubungan dengan rasa takut dan kewaspadaan. Hasilnya, tubuh memicu respons stres ringan secara terus-menerus. Kortisol dilepaskan, detak jantung meningkat sedikit, dan pembuluh darah menegang, semua tanpa Anda sadari.
Layaknya komputer yang menjalankan program di latar belakang, efek kebisingan ini menguras energi otak sedikit demi sedikit. Dalam jangka panjang, "pajak kebisingan" ini bisa menumpuk. Studi tahun 2023 yang dipublikasikan di Environmental Health Perspectives mengungkap bahwa orang yang sering terpapar kebisingan lalu lintas di atas 55 desibel (setara dengan suara percakapan keras) memiliki risiko 20% lebih tinggi mengalami gangguan kecemasan, sekaligus perubahan struktur otak yang memengaruhi pengaturan emosi.
Kurang fokus, tidur terganggu, hingga stres berkepanjangan bukan sekadar efek samping. Itu adalah respons neurologis langsung dari suara-suara di sekitar kita.
Otak bersifat plastis, artinya ia berubah berdasarkan pengalaman. Ketika kebisingan hadir setiap hari, otak beradaptasi dengan cara yang tidak selalu menguntungkan.
1. Gangguan Tidur
Kebisingan di malam hari, seperti suara kendaraan lewat atau suara mendadak lain, bisa menimbulkan mikro-arousal, gangguan singkat yang tidak sampai membuat Anda terbangun penuh, tetapi cukup menghalangi tidur dalam. Studi dari Max Planck Institute menemukan bahwa orang yang tinggal di lingkungan bising menghabiskan 12% lebih sedikit waktu pada fase tidur restoratif, bahkan ketika mereka menggunakan penutup telinga.
2. Penurunan Kognitif
Untuk menyaring suara yang tidak diinginkan, otak harus bekerja ekstra. Dalam lingkungan bising, ia terus berusaha memfokuskan diri pada hal penting, misalnya percakapan atau pekerjaan. Proses ini menguras energi mental. Peneliti dari University of Southern California menemukan bahwa pekerja di ruang kantor terbuka dengan kebisingan tinggi mengalami penurunan 15% dalam tes memori dan pemecahan masalah hanya setelah tiga jam.
3. Sensitivitas Emosional
Paparan kebisingan kronis dikaitkan dengan meningkatnya sifat mudah marah dan reaktivitas emosional. Dalam sebuah eksperimen, peserta yang mendengar suara klakson berulang selama dua hari melaporkan rasa lebih mudah tersulut emosi, bahkan setelah suara berhenti. Otak mereka seolah diprogram untuk selalu siap menghadapi ancaman.
Menurut Dr. Lena Torres, ahli saraf di Center for Urban Brain Health:
"Kebisingan bukan hanya masuk ke telinga, ia membajak sistem saraf. Seiring waktu, otak menjadi lebih reaktif, kurang tangguh, dan lebih lambat pulih dari stres."
Bukan hanya suara sirene atau konstruksi yang berbahaya. Suara sehari-hari pun bisa berdampak buruk jika terus-menerus hadir.
55 dB: Lalu lintas padat, percakapan keras – titik awal risiko kesehatan.
65 dB: Restoran ramai, penyedot debu – memicu peningkatan hormon stres.
75+ dB: Mesin blender, mesin pemotong rumput – dapat memicu perubahan pendengaran dan kelelahan mental dalam jangka panjang.
Selain tingkat kebisingan, faktor ketidakpastian juga penting. Suara yang datang tiba-tiba, seperti musik keras dari tetangga, justru lebih memicu stres dibanding suara keras tetapi stabil.
Anda tidak perlu pindah ke desa terpencil untuk mendapatkan ketenangan. Beberapa langkah sederhana yang didukung penelitian bisa membantu menjaga kesehatan otak Anda:
1. Ciptakan Zona Tenang di Rumah
Pilih satu ruangan, idealnya kamar tidur sebagai area minim kebisingan. Gunakan peredam sederhana seperti tirai tebal, karpet, atau penutup pintu. Efeknya bisa mengurangi kebisingan hingga 5–10 desibel.
2. Manfaatkan White Noise atau Brown Noise
Suara netral yang stabil seperti kipas angin, hujan buatan, atau brown noise dapat menutupi suara mengganggu. Penelitian tahun 2022 menunjukkan orang yang menggunakan brown noise di malam hari tertidur 25% lebih cepat dan melaporkan suasana hati lebih baik keesokan harinya.
3. Gunakan Earbud Peredam Bising Saat Perjalanan
Teknologi active noise canceling (ANC) bukan hanya memblokir suara, tetapi juga menurunkan respons stres otak. Studi pengguna menunjukkan kadar kortisol turun 30% saat naik kereta bising dengan menggunakan ANC.
4. Jadwalkan "Istirahat Suara"
Sama seperti istirahat layar, otak juga butuh jeda dari kebisingan. Sediakan 15–20 menit sehari di ruang benar-benar tenang, tanpa musik, TV, atau ponsel. Ini membantu sistem saraf mereset.
5. Dukung Desain Kota Lebih Tenang
Mendorong aturan bangunan dengan insulasi suara lebih baik atau penggunaan aspal karet di jalan bisa mengurangi kebisingan lalu lintas hingga 10 desibel, setara dengan separuh tingkat kebisingan yang dirasakan.
Kita sudah terlalu terbiasa menganggap kebisingan sebagai hal normal. Padahal, setiap klakson, dengungan, atau raungan perlahan membentuk otak kita, sering kali dengan cara yang merugikan. Kabar baiknya, kita bisa merebut kembali ketenangan, bukan dengan mencari kesunyian total, tetapi dengan memberi ruang bagi otak untuk bernapas.