Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana petani mengetahui waktu yang tepat untuk menyiram tanaman atau dari mana mereka bisa memprediksi serangan hama?


Jawabannya ternyata ada pada sebuah teknologi canggih yang disebut big data. Di balik layar, big data diam-diam mengubah wajah pertanian modern menjadi lebih pintar, efisien, dan ramah lingkungan.


Apa Itu Big Data dalam Pertanian?


Big data merujuk pada kumpulan data dalam jumlah sangat besar yang dikumpulkan dari berbagai sumber, kemudian diolah untuk menghasilkan wawasan berharga. Dalam konteks pertanian, data tersebut berasal dari sensor tanah, drone, satelit, stasiun cuaca, perangkat GPS, hingga ponsel pintar milik petani.


Tujuan utama dari big data adalah membantu petani mengambil keputusan yang tepat berdasarkan data nyata. Dengan begitu, pertumbuhan tanaman bisa dioptimalkan, pemakaian sumber daya lebih efisien, dan hasil panen meningkat. Menurut laporan MarketsandMarkets pada 2019, pasar pertanian presisi yang sangat bergantung pada big data diproyeksikan akan mencapai 12,9 miliar dolar AS pada 2027. Angka ini menunjukkan betapa cepatnya teknologi ini diadopsi di seluruh dunia.


Bagaimana Big Data Bekerja di Lahan Pertanian?


Penerapan big data dalam pertanian sangat beragam. Berikut beberapa contohnya:


- Sensor tanah: Alat ini mampu mengukur kelembapan, pH, hingga kadar nutrisi secara real time. Jika suatu bagian lahan lebih kering, sensor akan memberi tahu petani agar hanya menyiram area tersebut, bukan keseluruhan lahan. Hasilnya, jutaan liter air dapat dihemat setiap tahun.


- Citra satelit dan drone: Teknologi ini memberikan gambaran detail dari udara, membantu mendeteksi kesehatan tanaman, serangan hama, atau penyakit lebih awal. Program ilmu bumi milik NASA bahkan bekerja sama dengan sektor pertanian untuk memantau kesehatan vegetasi secara global.


- Integrasi data cuaca: Dengan menggabungkan prakiraan cuaca dan data lahan, petani bisa mengantisipasi badai, kekeringan, atau embun beku. Perusahaan seperti The Climate Corporation menggunakan analisis prediktif untuk memberi saran waktu terbaik menanam maupun panen.


- Traktor dan mesin berbasis GPS: Teknologi ini memungkinkan penanaman yang lebih presisi, mengurangi pemborosan benih, dan meningkatkan efisiensi. Sistem AutoTrac dari John Deere, misalnya, mampu meningkatkan efisiensi hingga 10%, menghemat bahan bakar, sekaligus meningkatkan hasil panen.


Kisah Sukses di Dunia Nyata


Penerapan big data bukan sekadar teori, tetapi sudah terbukti nyata memberikan hasil positif.


PrecisionHawk, perusahaan layanan drone, membantu petani dengan gambar beresolusi tinggi untuk mengidentifikasi tanaman yang kekurangan nutrisi atau mengalami stres. Pendekatan ini berhasil meningkatkan hasil panen hingga 20% di beberapa daerah.


Brasil juga menjadi contoh menarik. Para petani di sana menggunakan platform big data yang menggabungkan data tanah dengan riwayat hasil panen untuk menentukan tanaman apa yang paling cocok ditanam di lokasi tertentu. Hasilnya, produktivitas meningkat bahkan di lahan dengan kondisi menantang.


Mengapa Big Data Penting untuk Keberlanjutan?


Pertanian saat ini menyumbang sekitar 24% emisi gas rumah kaca global (FAO, 2021). Dengan pertanian presisi berbasis big data, penggunaan air, pupuk, dan pestisida dapat lebih terkontrol sehingga emisi berkurang signifikan. Misalnya, penggunaan pupuk yang lebih terarah mampu menekan emisi nitrous oxide hingga 30%.


Lebih dari itu, peningkatan produktivitas lahan yang sudah ada dapat mengurangi kebutuhan membuka hutan baru untuk pertanian. Dengan begitu, keanekaragaman hayati tetap terjaga dan cadangan karbon alami tetap terlindungi.


Tantangan dan Langkah ke Depan


Meskipun potensinya sangat besar, penerapan big data dalam pertanian masih menghadapi sejumlah tantangan:


- Aksesibilitas: Mayoritas petani kecil yang jumlahnya mencapai 80% dari total petani dunia (World Bank) masih kesulitan mengakses teknologi ini karena faktor biaya dan jaringan internet yang terbatas.


- Privasi data: Kepemilikan dan keamanan data pertanian menjadi isu penting. Petani menuntut adanya kebijakan yang lebih transparan untuk melindungi data mereka.


- Pelatihan: Tidak semua petani terbiasa membaca dan menafsirkan data. Oleh karena itu, lembaga seperti International Food Policy Research Institute (IFPRI) aktif memberikan pelatihan agar petani mampu memanfaatkan big data secara efektif.


Upaya global terus dilakukan untuk menghadirkan perangkat terjangkau, memperluas konektivitas, dan memberikan pelatihan. Semua ini bertujuan agar manfaat big data dapat dirasakan secara merata, termasuk oleh petani kecil.


Big data sedang merevolusi pertanian dengan cara yang mungkin tidak kita sadari. Teknologi ini membantu petani memproduksi lebih banyak makanan dengan sumber daya lebih sedikit, sekaligus mengurangi dampak lingkungan.


Saat Anda menikmati tomat segar atau selada renyah, mungkin ada jejak data cerdas di baliknya yang memastikan kualitas dan efisiensi dalam proses bercocok tanam. Ke depan, kombinasi big data dengan teknologi lain seperti kecerdasan buatan dan robotik akan semakin memperkuat transformasi pertanian.