Banyak orang mengabaikan hipertensi karena sering kali tidak menimbulkan keluhan. Tapi jangan tertipu, tekanan darah tinggi adalah salah satu pemicu kerusakan organ paling serius yang terjadi secara perlahan dan tanpa gejala nyata.


Jika tidak ditangani sejak dini, hipertensi dapat meninggalkan jejak yang dalam di hampir seluruh sistem tubuh, dari otak hingga ginjal.


Perubahan Struktur Pembuluh dan Gangguan Fungsi Endotel


Saat tekanan darah terus-menerus berada di atas normal, pembuluh darah mendapatkan tekanan berlebih. Sebagai respons, dinding pembuluh darah menebal dan menjadi lebih kaku. Proses ini disebut sebagai remodeling vaskular.


Ruang dalam pembuluh menyempit, membuat aliran darah terhambat dan tekanan makin tinggi. Parahnya lagi, lapisan terdalam pembuluh (endotel) yang biasanya menjaga kelancaran sirkulasi justru terganggu. Akibatnya, bisa muncul peradangan hingga pembentukan bekuan darah yang menjadi pemicu penyakit jantung dan stroke.


Kerusakan Otak Mikro dan Penurunan Fungsi Kognitif


Hipertensi dikenal luas sebagai faktor risiko utama penyakit pembuluh darah kecil di otak, seperti infark lakunar, hiperdensitas materi putih, dan mikroperdarahan. Kondisi ini mengganggu kemampuan otak untuk mengatur aliran darah secara otomatis dan meningkatkan risiko stroke iskemik maupun hemoragik.


Sebuah studi terbaru yang diterbitkan di The Lancet Neurology (2024) menunjukkan bahwa tekanan sistolik di atas 130 mmHg pada usia paruh baya berkaitan erat dengan penurunan daya ingat dan meningkatnya risiko demensia vaskular. Citra neuroimaging kerap menemukan kerusakan otak tanpa gejala yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.


Penebalan Otot Jantung dan Perubahan Fibrotik


Peningkatan beban kerja jantung akibat tekanan darah tinggi memaksa ventrikel kiri untuk menebalkan dindingnya, suatu kondisi yang dikenal sebagai hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Awalnya merupakan respons adaptif, namun dalam jangka panjang menyebabkan penurunan elastisitas jantung.


Keadaan ini berkembang menjadi disfungsi diastolik dan akhirnya gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang masih terjaga (HFpEF). Seiring waktu, jaringan jantung mengalami perubahan fibrotik, di mana otot jantung digantikan oleh kolagen. Ini menyebabkan jantung menjadi kaku, aliran listrik terganggu, dan memicu gangguan irama jantung seperti fibrilasi atrium.


Perubahan Mikrostruktur Pembuluh Retina


Mata ternyata bisa menjadi "jendela" untuk melihat dampak hipertensi. Pembuluh darah kecil di retina sangat sensitif terhadap perubahan tekanan, sehingga gangguan seperti penyempitan arteri, hubungan arteri-vena yang abnormal, hingga perdarahan kecil bisa muncul.


Pemeriksaan funduskopi dapat mengungkap kerusakan ini bahkan sebelum gejala muncul. Menurut Dr. Rishi Puri, seorang ahli jantung dan peneliti pencitraan vaskular, pencitraan retina kini menjadi alat penting untuk menilai dampak hipertensi secara non-invasif.


Kerusakan Mikrosirkulasi Ginjal dan Penurunan Fungsi Filtrasi


Hipertensi mempercepat kerusakan glomerulus di ginjal dengan merusak arteriol aferen dan eferen. Hal ini mengganggu mekanisme pengaturan aliran darah ginjal, menyebabkan tekanan tinggi di dalam glomerulus.


Akibatnya, protein bisa bocor ke urin (proteinuria), dan fungsi ginjal pun menurun seiring waktu. Jika tak dikontrol, ini bisa berujung pada gagal ginjal kronis. Karena itu, target tekanan darah untuk pasien dengan gangguan ginjal biasanya lebih ketat, di bawah 130 mmHg, sesuai panduan terbaru dari ahli nefrologi global.


Kekakuan Arteri dan Peningkatan Tekanan Nadi


Seiring bertambahnya usia, arteri memang cenderung menjadi lebih kaku. Namun, hipertensi mempercepat proses ini. Ketika pembuluh kehilangan elastisitas, tekanan nadi menjadi lebih lebar, dan gelombang balik darah datang terlalu cepat ke jantung. Hal ini menambah beban jantung secara signifikan.


Untuk mengukur tingkat kekakuan ini, dokter biasanya menggunakan parameter kecepatan gelombang nadi (pulse wave velocity). Semakin tinggi nilainya, semakin besar risiko seseorang mengalami serangan jantung atau stroke.


Kerusakan Organ yang Tidak Disadari: Tantangan Diagnostik


Kerusakan akibat hipertensi kerap terjadi secara sub-klinis, tanpa gejala nyata dalam waktu lama. Deteksi dini kini bergantung pada teknologi modern seperti pemantauan tekanan darah selama 24 jam, pencitraan MRI resolusi tinggi, dan panel biomarker.


Pakar hipertensi Dr. George Bakris menegaskan, “Hipertensi tidak boleh hanya dinilai dari angka, tapi dari dampaknya terhadap jaringan tubuh.” Oleh karena itu, skrining awal, terapi individual, dan pemantauan jangka panjang adalah strategi terbaik untuk mencegah komplikasi yang sulit dipulihkan.


Setiap tahun tekanan darah tinggi yang tidak dikendalikan menumpuk kerusakan yang tak terlihat namun signifikan di seluruh sistem tubuh. Kerusakan yang awalnya tidak bergejala bisa berkembang menjadi gangguan permanen pada otak, jantung, ginjal, dan mata. Ingat, lebih baik mencegah sejak sekarang daripada menyesal di kemudian hari.